ASAL USUL CANDI SUROWONO
KEDIRI
Gua Surowono Kediri merupakan lorong
bawah tanah dengan sungai yang airnya sangat jernih. Gua ini berada di
Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, yang konon merupakan
sistem kanal, bagian dari Candi Surowono, yang telah ada sejak jaman
Kerajaan Kediri.
Setelah meninggalkan Candi Surowono,
kami ke barat sejauh 280 meter dan belok ke kanan di pertigaan. Setelah
450 m, kami belok kanan lagi lalu berhenti di rumah dengan penanda Gua
Surowono. Kami lalu berjalan kaki melalui jalan setapak di samping rumah
penduduk.
Beberapa saat kemudian sampailah
kami di lokasi lubang gua yang ternyata berada di bawah permukaan tanah.
Sebuah papan yang berisikan “Tata Tertib’ dengan tulisan tangan bagi
para pengunjung sempat saya baca dengan isi yang cukup menggelitik.
Bagaimana pun pesan itu patut dibaca, terutama informasi yang
berhubungan dengan keselamatan para pengunjung.
gua surowono kediri
Lubang masuk gua yang berada di
sumur, sekitar 5 m di bawah permukaan tanah dengan air jernih setinggi
perut. Di atasnya ada gerumbul bambu yang menaungi jalan masuk gua.
Menurut penuturan penjaga, banyak yang telah dipandunya masuk ke dalam
lorong gua, dengan berbekal senter dan alas kaki, karena di bawah air
ada bebatuan yang bisa melukai telapak.
Gua Surowono Kediri ini bisa
dibilang sangat sempit, dan hanya bisa dilalui orang satu per satu
dengan cara berjalan dalam satu baris iringan. Tidak ada seorang pun
diantara kami yang ingin mencoba masuk ke dalam gua itu, selain karena
harus mencebur ke dalam air, sempitnya lubang gua juga membuat perasaan
menjadi tidak begitu nyaman.
gua surowono kediri
Jalan setapak menuju pintu sumur Gua
Surowono Kediri itu boleh dikatakan cukup curam meski tidak terlalu
tinggi, dan tampaknya bisa menjadi agak licin di musim penghujan karena
trap-trapannya belum dibuat dengan cukup baik. Mudah-mudahan kondisi
saat ini sudah jauh lebih baik lagi, agar orang bisa turun dengan nyaman
dan aman.
Adanya gerumbul bambu yang padat
tepat di bibir lubang memberi kesan tersendiri pada tempat ini, meskipun
akan lebih terasa wingit jika ada pohon beringin tua atau pohon besar
lainnya yang usianya ratusan tahun. Saat itu suasana sangat sepi, hanya
kami yang berada di sana. Selain mungkin tak banyak yang tahu tempat
wisata khusus ini, juga karena bulan puasa.
Ada sebuah susunan batu hitam yang
biasanya sangat keras pada dasar sumur. Batu itu berada di dekat pintu
masuk Gua Surowono Kediri dan bisa digunakan sebagai tempat duduk
sementara, dengan kaki menjuntai. Tetes-tetes air terlihat mengalir
secara teratur dari mata air yang tampaknya tak pernah kering di tebing
lubang sumur ini.
Pintu masuk ke lorong gua tampak
ditutup pagar besi ram-raman yang digembok. Memasuki lorong gua ini
memang harus dipandu oleh penjaga, karena terdapat percabangan lorong
yang bisa membuat orang tersesat di dalamnya. Jika saja bisa dibuat peta
lorong yang ada di dalam gua, maka orang tak perlu takut untuk masuk ke
dalamnya.
Menyusuri aliran sungai Gua Surowono
Kediri di area pertama ini pengunjung bisa berjalan tegak saat di dalam
lorong, namun saat berlanjut ke dalam lubang yang kedua maka pengunjung
harus berjalan dengan cara berjongkok karena langit-langit gua yang
rendah. Bagaimana pun pakaian sudah pasti basah ketika pertama kali
orang turun ke mulut lubang gua.
Memasuki lubang gua yang nomor tiga,
pengunjung sudah harus berjalan sambil duduk, dan pada lubang Gua
Surowono yang keempat atau yang terakhir pengunjung harus merangkak atau
berenang. Jarak antara lubang sumur ini berkisar antara 50 – 60 meter,
cukup jauh. Jauh dekatnya jarak memang relatif. Jika di dalam tanah,
jarak dekat akan terasa jauh.
Bila mempunyia kesempatan untuk
berkunjung ke Candi Surowono, sebaiknya anda mampir juga ke Gua Surowono
Kediri ini, karena jarak kedua tempat wisata yang menarik ini hanya
sekitar 750 meter. Sebaiknya ketika berkunjung juga membawa baju ganti
jika ingin merasakan pengalaman memasuki lorong Gua Surowono yang pasti
akan sangat berkesan ini.
Sumber : Blog Aroeng binang
Alamat: Desa Canggu, Kecamatan Pare,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Lokasi GPS: -7.7424, 112.2172, Waze. Jam
buka setiap waktu. Harga tiket masuk gratis (tak ada tiket resmi),
sumbangan diharapkan. Tempat Wisata di Kediri, Peta Wisata Kediri, Hotel
di Kediri
Penampakan dan Misteri Goa Surowono
Sumber dari Kompasiana
GOA SUROWONO: Pintu goa (1) jalan
masuk jalur penelusuran ke dalam goa, sedangkan Pintu goa (2) yang
kabarnya tembus sampai ke Gunung Kelud, tapi belum pernah ada orang yang
menelusuri. GOA Surowono yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare,
Kabupaten Kediri, masih menyimpan banyak misteri hingga saat ini. Mulai
dari kisah sejarahnya hingga cerita-cerita mistis yang menyelimuti goa
ini masih menjadi buah bibir masyarakat sekitar. Itu pula yang membuat
banyak orang yang berkunjung ke Pare - termasuk saya - tertarik untuk
mendatangi goa yang konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Panjalu
(Kediri). Pembagian Kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan
Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab
Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Kerajaan
Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di
Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha,
yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang. Sesungguhnya kota Daha
sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari
Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti
Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan
berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga,
pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah
ke Daha. Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama
kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu atau Pangjalu,
yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan
dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah
ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala. Itu
sebabnya, penduduk Desa Canggu menamai Goa Surowono dengan Goa
Kehuripan. Uniknya, di atas goa yang di dalamnya merupakan aliran sungai
bawah tanah tersebut, terdapat rumah-rumah penduduk Desa Canggu. Goa
itu memiliki lima mulut goa yang saling berhubungan satu sama lain.
Menurut seorang ibu yang tinggal sekitar lima meter dari mulut goa
mengatakan, Goa Surowono jalan rahasia para prajurit kerajaan ketika
menghindar dari musuh, dan merupakan salah satu tempat persembunyian
para raja-raja. Saat berdiri di mulut goa, muncul rasa penasaran untuk
menelusuri goa yang di dalamnya terdapat banyak cabang. Bahkan, salah
satu mulut goa yang berhadapan dengan pintu goa pertama dan belum pernah
seorangpun menelusurinya, diyakini masyarakat sekitar, goa tersebut
tembus hingga ke Candi Surowono yang terletak hanya sekitar 100 meter
dari goa dan juga sampai ke Gunung Kelud. Konon, beberapa orang pernah
mencoba tapi selalu cepat kembali keluar karena kesulitan bernapas. Goa
itulah yang menurut seorang penduduk, pada waktu-waktu tertentu -
seperti malam 1 Suro - menjadi tempat orang-orang bersemedi. Konon
cerita, di dalam doa tersebut masih terdapat banyak benda-benda bertuah
berupa keris maupun batu yang hanya bisa diambil orang dengan kemampuan
ghaib atau kesaktian ilmu. Menurut seorang penduduk, wanita eparuh baya
yang tidak ingin disebut namanya, tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono
pernah datang mengambil dua jerigen air dari dalam goa menjelang Pemilu
2009. Air super-bening yang mengalir di lantai goa dipercaya sementara
orang memiliki khasiat seperti menyembuhkan penyakit, membuat awet muda,
dan dapat menambah derajat seeorang. Tetapi, oleh peduduk Desa Canggu
sungai kecil di dalam goa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti
mandi, mencuci, masak, dan bahkan mereka biasa langsung meminumnya.
Tapi, sejauh ini tidak ada yang berani menggunakannya sebagai tempat
untuk membuang kotoran. Tak heran bila air sungai sangat jernih hingga
batu-batuan di dasarnya dapat terlihat dengan jelas. Ketika menceburkan
kaki ke dalam sungai yang mengalir di mulut pertama goa, kesejukan air
terasa mengalir ke sekujur tubuh. Benar-benar segar, sehingga tak sabar
menggunakannya untuk membersihkan muka. Dari posisi tersebut, saya
berada di antara dua mulut goa yang tertutup dari pintu besi dan dalam
kondisi digembok. Pintu besi itu dipasang sekitar setahun lalu untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama. Menurut
penduduk, dulu goa tersebut sering digunakan anak-anak untuk
mengkonsumsi "miras". Selain itu ruangan-ruangan kecil di dalam goa juga
sering menjadi tempat pasangan remaja maupun pasangan selingkuh berbuat
mesum.
Untuk menelusuri goa yang memiliki
lima mulut goa yang saling berhubungan satuy sama lain itu, harus
didampingi seorang pemandu. Adalah Mas Sakri, 29 tahun, yang menjadi
pemandu 'ekspedisi' saya ke dalam goa. Tentu saja Mas Sakri membawa
perlengkapan lampu senter meskipun dia juga sudah sangat hafal dengan
lika-liku alur goa tersebut. Begitu masuk pintu pertama suasana langsung
mencekam dan sedikit tegang. Lebar goa hanya sekitar 50 centimeter
dengan ketinggian goa sekitar 2 meter. Sungai kecil dengan airnya yang
bening mengalir di lantai goa yang berbentu cekung dengan ketinggian air
sekitar 10 centimenter di atas mata kaki. Perlu sedikit hati-hati
menapakkan kaki, karena bentuk dasar sungai yang cekung dan penuh dengan
pasir dan kerikil. Uniknya, tak ada dinding batu sedikitpun di dalam
goa selain hanya lapisan tanah. Selain itu, mengingat diperkirakan sudah
ada sejak zaman Kerajaan Kediri, orang pada masa itu sudah mampu
membuat goa dengan kelebaran dinding dan ketinggian yang sama rata.
Tapi, hingga saat ini belum ada yang mengetahui seberapa ketebalan tanah
di atas goa. Tapi kalau dilihat dari kedalaman pintu pertama dengan
permukaan tanah ketebalannya bisa diperkirakan sekitar 7-10 meteran.
"Sudah berumur ratusan tahun dinding tanah yang lembab ini, tapi kok
tidak pernah runtuh, ya Mas?" tanyaku pada Mas Sakri. "Saya juga tidak
tahu. Padahal, tepat di atas goa ini tanahnya juga digali untuk
membangun pondasi rumah-rumah penduduk. Saya tidak tahu kok bisa begitu.
Dinding goa ini sama sekali tidak ada penahan," kata pemandu Sambil
menelusuri lorong goa, air jernih bercucuran dari dinding dan
langit-langit goa sehingga membasahi baju saya. Kami terus berjalan
perlahan menembus kegelapan sampai akhirnya Mas Sakri berhenti. "Ini ada
cabang goa. Saya pernah telusuri goa ini, tapi ternyata buntu," kata
Mas Sakri sambil menunjukkan goa yang ia maksud dengan sorotan cahaya
lamput senternya. Perjalanan lalu kami dan lanjutkan dan tak berapa lama
cahaya matahari sudah terlihat masuk ke dalam rongga goa, pertanda
sudah dekat dengan mulut goa kedua. Setibanya di depan mulut goa kedua
kami mengambil beberapa foto untuk kenang-kenangan. Setelah istirahat
sejenak, kami melanjutkan perjalanan masuk ke dalam lorong goa kedua.
Berbeda dengan lorong pertama, yang kedua ketinggian goa lebih pendek,
yaitu sekitar 1,50 meter sehingga kami harus berjalan merunduk.
Kedalaman sungainya juga bertambah. Lorong goa kedua berhasil kami
lewati meskipun lebih sulit dibanding lorong pertama. Di dalam lorong
kedua juga terdapat beberapa cabang goa yang lebih banyak dibanding
pertama. Lorong goa kedua juga lebih panjang dibandingkan pertama. Tapi,
menurut penelusuran yang pernah dilakukan Mas Sakri, semua cabang goa
itu berakhir dengan dinding tanah alis buntu. Akhirnya, kami sampai di
depan mulut goa ketiga dengan nafas sedikit terengah-engah. Kami
mengambil nafas lebih lama di depan mulut goa ketiga untuk mendapatkan
oksigen lebih banyak, sebelum menelusuri lorong goa. Sebab, lorong
ketiga menurut Mas Sakri lebih sulit, karena lorongnya lebih sempit dan
semakin pendek. Ternyata benar, saya terpaksa berjalan setengah jongkok
agar kepala tidak terbentur langit-langit goa. Kedalaman air juga
bertambah sehingga langkah kaki menjadi lebih sulit. Bahkan, di bagian
terakhir lorong goa saya harus berjalan duduk dengan ketinggian air
sampai sedada. Tak pelak kami mulai kehabisan tenaga dan nafas saya
tersengal-sengal saat keluar dari lorong goa ketiga. Saat menelusuri
lorong tersebut, tenaga memang lebih terkuras karena harus berjalan
setengah jongkong di dalam air sungai. Tetapi, syukurlah saya bisa
keluar dari goa dengan selamat dengan membawa pengalaman yang
menakjubkan. Belum pernah saya sebelumnya mengalami petualangan unik
seperti ini. Tinggal tersisa dua lorong goa lagi untuk mencapai garis
"finish". Tetapi, sebelum masuk ke lorong keempat Mas Sakri meminta saya
menunggu sebentar, lalu ia mencoba masuk terlebih dulu sendirian. Tak
selang berapa lama kepalanya menyembul dari dalam air di mulut goa.
Kepalanya menggeleng dan mengatakan,"jangan mas... jangan diteruskan.
Tidak mungkin bisa kita telusuri. Sangat berbahaya, karena beberapa hari
terakhir Pare memang habis diguyur hujan."
PENAMPAKAN: Makhluk halus memperlihatkan wujudnya secara jelas berupa wajah seorang kakek didin ding batu sebelah kanan saya
Hujan deras membuat debit air di
dalam goa bertambah, sehingga permukaan air nyaris menyentuh bibir goa.
Tentu saja dalam kondisi tersebut, lorong goa sangat sulit ditelusuri.
Ketinggian lorong goa yang lebih pendek dari lorong ketiga, membuat
permukaan air nyaris menyentuh langit-langit goa sehingga tidak ada
ruang untuk menghirup oksigen bagi orang yang menelusurinya. "Kalau
sedang musim kemarau saja, permukaan air sudah sampai sedagu. Sementara
kita juga harus berjalan jongkong menyusuri goa," tambah Mas Sakri.
Akhirnya kami memutuskan tidak melanjutkan perjalanan ke lorong goa
keempat dan kelima. Demi keselamatan, kami memutuskan berhenti. Dalam
perjalanan pulang, Mas Sakri bercerita sudah banyak kejadian di goa ini
akibat keteledoran pengunjung. "Ada yang hilang dan tidak ditemukan
setelah dicari berhari-hari dan ada yang pingsan. Karena ini kalau yang
punya penyakit pernapasan seperti asma sebaiknya jangan ikut masuk ke
dalam goa," ujarnya. "Ekspedisi" pun berakhir. Dari Desa Canggu saya
langsung menuju Stasiun Kediri untuk kembali ke Jakarta dengan kereta
Bisnis Kediri. Dalam perjalanan di kereta saya melihat-lihat foto yang
tadi saya ambil di Goa Surowono. Salah satu foto saya yang tersimpan di
dalam memori kamera itu, membuat saya sangat terkejut. Foto itu saya
ambil di depan mulut goa kedua atau setelah berakhirnya penelurusan
lorong goa pertama. Di dinding bebatuan besar sebelah kanan saya
terlihat seraut wajah manusia (Lihat Foto) yang menyerupai seorang
kakek-kakek. Menurut cerita penduduk sekitar kepada saya selama berada
di sekitar Goa Surowono, memang banyak peristiwa berbau mistis di goa
tersebut. Masyarakat juga sering melihat adanya penampakan
makhluk-makhluk ghaib. Banyak juga "orang-orang pintar" yang berusaha
mengambil benda-benda pusaka berkekuatan ghaib di Goa Surowono. Yah,
begitulah ekspedisi saya di Goa Surowono yang menggambarkan Kebesaran
dan Kekuasaan Ilahi Robbi atas alam nyata dan ghaib ciptaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar